Ada Apa Dengan Cinta? (LiNe edition)
12 tahun lalu saat saya masih SMP kelas 3 (kelas IX) heboh beredar film Indonesia pertama yang 'booming' nya amit-amit gak ketolong, Yes! AADC kalo temen-temen se-Indonesia dulu bilangnya.
Kisah cinta anak SMA yang diisi dengan puisi-puisi yang indah nan romantis, sampe-sampe yang namanya buku di pasar loak jadi ngetrend, gak sampai berhenti di sana, seluruh anak sekolah di Indonesia mendadak jadi hobby banget baca puisi. "Ku lari ke hutan
kemudian teriakku ... "
Puisi, buku, sampe trend rambut ala cinta rangga mulai diikuti.
Sebenernya kontras sekali dengan masa 2014 saat kisah itu diangkat dan dilanjutkan lagi. Film tersebut merupakan salah satu kenangan indah saya pada waktu remaja dulu, yang saya sesalkan adalah kelanjutan kisah Cinta-Rangga yang dibikin dalam bentuk mini drama iklan untuk salah satu jejaring sosial.
Kenapa tokoh Rangga 'modern' dikisahkan meninggalkan Cinta begitu saja. Saya paham sih kalau ini hanya sekedar dijadikan media iklan untuk mendapatkan keuntungan, tapi jadi kecewa saja kenapa kisah yang indah ini tidak dijadikan sekuel film yang lebih layak, dengan kisah cinta yang jauh lebih indah.
Seharusnya media-media sosial bisa mulai lebih cerdas dalam mendidik generasi remaja masa kini, mereka gak sadar atau pura-pura gak tahu kalau remaja-remaja bahkan anak-anak jaman sekarang itu mudah sekali terpengaruh oleh tayangan atau iklan-iklan dalam sosial media yang ada. Yang masuk ke dalam pola pikir mereka, dengan akibat mereka akan menirukan dan menanamkan dalam alam bawah sadar mereka.
Dampak negatif lain adalah psikologis yang lemah dari remaja-remaja di Indonesia saat ini, data statistik menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara terbesar pengguna sosial media (Twitter, Facebook, Instagram, dsb) dan rata-rata pengguna terbanyak adalah anak-anak muda Indonesia yang dalam "arti" (tanda kutip) memiliki kejiwaan yang masih labil. Psikologis lemah bisa diartikan juga mereka mudah minder, tingkat kepercayaan diri yang rendah, mudah terjerumus dalam pergaulan bebas, gaya hidup yang serba hedonis (mengagungkan benda-benda duniawi).
Kisah ini ingin saya bagikan hanya supaya beberapa anak yang membaca artikel ini masih bisa sadar akan pentingnya hubungan keluarga dan persahabatan yang sehat dengan sekitarnya.
Mulailah kurangi memegang handphone setiap jam, "selfie" alay-alayan di mana saja. Fokuskan hidup kalian wahai generasi muda Indonesia, buktikan bahwa kita mempunyai kualitas diri yang bagus dan dapat menghasilkan karya-karya bagi masa depan kita, berhenti membuang waktu dan lakukan yang terbaik.
Jangan mau dibodohi oleh sosial-sosial media, karena masa depan kita tergantung pada diri kita sendiri.
Salam! Untuk Masa depan perfilm'an Indonesia yang lebih baik.

0 komentar:
Posting Komentar